like this

Belanda Hanya Menjajah Indonesia Selama 50 Tahun

Ada  yang masih kagak percaya kalau BELANDA TIDAK menjajah INDONESIA Selama 3,5 Abad, melainkan memerlukan waktu selama 3 abad utk menguasai seluruh indonesia . Penjajahan Belanda “350 Tahun” adalah sebuah mitos yang perlu diluruskan dengan alasan sebagai berikut: Pertama, jika kita menggunakan logika hitungan matematika tahun yang berhubungan dengan penjajahan Belanda maka diperoleh angka sebagai berikut (8 – 3 – 1942) – (22 – 6 – 1596) = 16 – 9 – 345. Angka itu diperoleh berdasarkan pendapat bahwa kedatangan bangsa Belanda ke Nusantara (sekarang Indonesia) yaitu di Banten 22 Juni 1596 dipimpin Cornelis de Houtman dan berakhir pada 8 Maret 1942 dengan ditanda tanganinya Perjanjian Kalijati. Berdasarkan perhitungan inipun ternyata Belanda menjajah Indonesia selama 345 tahun 9 bulan 16 hari. Padahal dalam kurun waktu ini diselingi pemerintahan interregnum Inggris selama 5 tahun (1811-1816) maka 345 – 5 = 340. Jadi masa penjajahan Belanda kurang lebih 340 tahun. Fakta lain menunjukan bahwa Belanda baru 1 Mei 1598, dipimpin Jacob van Neck, van Heemskerck, dan van Waerwijck diperbolehkan berdagang di Pelabuhan Banten pada saat Cornelis de Houtman diusir tidak mendarat karena bersikap arogan. Jadi masa penjajahan Belanda dapat juga berumur 340 – 2 = 338 tahun. Kemudian pada rentang waktu tersebutpun timbul perlawanan – perlawanan dari kerajaan – kerajaan di nusantara yaitu diawali dengan Perang Padri (1821-1837) sampai dengan masa Perang Aceh (1873-1912). Hal ini menunjukan bahwa tiap – tiap daerah (kerajaan) berbeda waktu penyerahan kekuasanya kepada Belanda. Maka pantaslah kalau rakyat Aceh selama ini mengakui bahwa Belanda menjajah wilayah Aceh hanya 30 tahun.

Kedua, jika kita menggunakan metoda historiografi seputar kedatangan Bangsa Belanda, bahwa sejak dasawarsa terakhir abad 16, Belanda berhasil menemukan jalan dagang ke Asia yang dirahasiakan Portugis. Ekpedisi yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman ini membawa empat buah kapal dan berhasil mendarat di Pelabuhan Banten pada 22 Juni 1596. Inilah titik awal kedatangan Belanda di Nusantara walaupun Cornelis de Houtman lantas diusir oleh penguasa Banten dikarenakan sikapnya yang arogan. Baru 1 Mei 1598, di bawah pimpinan Jacob van Neck, van Heemskerck, dan van Waerwijck berhasil mengambil simpati penguasa Banten sehingga para pedagang Belanda ini diperbolehkan berdagang di Pelabuhan Banten. Dengan semakin ramainya perdagangan di perairan nusantara, persaingan dan konflik pun meningkat. Baik di antara sesama pedagang Belanda maupun dengan pedagang asing lainnya seperti Portugis dan Inggris. Untuk mengatasi persaingan yang tidak sehat ini, pada 1602 di Amsterdam dibentuklah suatu wadah yang merupakan perserikatan dari berbagai perusahaan dagang yang tersebar di enam kota di Belanda. Wadah itu diberi nama Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) atau Serikat Perusahaan Hindia Timur. Pemerintah Kerajaan Belanda memberi “izin dagang” (octrooi) bahwa VOC boleh menjalankan perang dan diplomasi di Asia, bahkan merebut wilayah–wilayah yang dianggap strategis bagi perdagangannya. VOC juga boleh memiliki angkatan perang sendiri dan mata uang sendiri serta selalu bisa diperpanjang setiap 21 tahun. Sejak itu hanya armada – armada dagang VOC yang boleh monopoli perdagangan di Asia. Dengan kekuasaan yang besar itu, VOC akhirnya menjadi “negara dalam negara” dan dengan itu pula mulai dari masa Jan Pieterszoon Coen (1619-1623, 1627-1629) sampai masa Cornelis Speelman (1681-1684) menjadi Gubernur Jenderal VOC, kota-kota dagang di Nusantara yang menjadi pusat perdagangan rempah–rempah berhasil dikuasai VOC. Batavia menjadi pusat kedudukan VOC sejak 1619, Ambon dikuasai tahun 1630. Beberapa kota pelabuhan di Pulau Jawa baru diserahkan Mataram kepada VOC antara tahun 1677–1705. Sementara di daerah pedalaman, raja–raja dan para bupati masih tetap berkuasa penuh. Pada 1799 secara resmi VOC dibubarkan akibat korupsi yang parah mulai dari pegawai rendahan hingga Gubernur Jenderalnya. Pemerintah Belanda lalu menyita semua aset VOC untuk membayar utang-utangnya, termasuk wilayah-wilayah yang dikuasainya di Indonesia, seperti kota–kota pelabuhan penting dan pantai utara Pulau Jawa. Selama satu abad kemudian, Hindia Belanda berusaha melakukan konsolidasi kekuasaannya mulai dari Sabang-Merauke. Namun, tentu saja tidak mudah. Berbagai perang melawan kolonialisme muncul seperti Perang Padri (1821-1837), Perang Diponegoro (1825-1830), Perang Aceh (1873-1907), Perang di Jambi (1833-1907), Perang di Lampung (1834-1856), Perang di Lombok (1843-1894), Perang Puputan di Bali (1846-1908), Perang di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah (1852-1908), Perlawanan di Sumatra Utara (1872-1904), Perang di Tanah Batak (1878-1907), dan Perang Aceh (1873-1912). Peperangan di seluruh nusantara itu baru berakhir dengan berakhirnya Perang Aceh. Jadi baru setelah tahun 1912, Belanda benar-benar menjajah seluruh wilayah yang kemudian menjadi wilayah Republik Indonesia (kecuali Timor Timur). Jangan lupa pula bahwa antara 1811-1816, Pemerintah Hindia Belanda sempat diselingi oleh pemerintahan interregnum (pengantara) Inggris di bawah Letnan Gubernur Thomas Stamford

Menjelang berakhirnya kekuasaan Belanda yakni pada 7 Maret 1942 sore hari, Lembang jatuh ke tangan tentara Jepang. Mayjen J. J. Pesman mengirim utusan ke Lembang untuk merundingkan masalah itu. Kolonel Syoji menjawab bahwa untuk perundingan itu harus dilakukan di Gedung Isola. Sementara itu, Jenderal Imamura yang telah dihubungi Kolonel Syoji segera memerintahkan kepada bawahannya agar mengadakan kontak dengan Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer untuk mengadakan perundingan di Subang pada 8 Maret 1942 pagi. Akan tetapi, Letnan Jenderal Ter Poorten meminta Gubernur Jenderal agar usul itu ditolak. Jenderal Imamura mengeluarkan peringatan bahwa “Bila pada 8 Maret 1942 pukul 10.00 pagi para pembesar Belanda belum juga berangkat ke Kalijati maka Bandung akan dibom sampai hancur. Sebagai bukti bahwa ancaman itu bukan sekadar gertakan, di atas Kota Bandung tampak pesawat–pesawat pembom Jepang dalam jumlah besar siap untuk melaksanakan tugasnya. Melihat kenyataan itu, Letnan Jenderal Ter Poorten dan Gubernur Jenderal Tjarda beserta para Akhirnya, Letnan Jenderal Ter Poorten dan Gubernur Jenderal Tjarda menyerahkan tanpa syarat kepada Jepang. Itulah akhir kisah penjajahan Belanda yang dilanjutkan dengan kekuasaan Jepang hingga akhirnya merdeka 17 Agustus 1945. Hanya tiga tahun lima bulan delapan hari Jepang berkuasa di Indonesia. Untuk itu, tidak benar kita dijajah Belanda selama 350 tahun tetapi yang lebih tepat adalah Belanda memerlukan waktu 300 tahun untuk menguasai seluruh Nusantara.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar